Hingga saat ini, membuat object yang sangat berat seperti pesawat terbang dapat terangkat ke udara merupakan sesuatu pencapaian manusia yang luar biasa. Teknologi yang berperan penting dalam hal ini adalah desain dari sayap pesawat terbang itu sendiri. Tidak sesederhana kelihatanya, sayap pesawat terbang bukanlah memiliki bentuk sesederhana papan yang lurus dan lebar, yang terangkat karena terdorong oleh urada di bawahnya, melainkan prinsip dari sayap pesawat terbang adalah “menghisap” permukaan bagian atas sayap tersebut sehingga terangkat ke atas.

Lalu bagaimana mungkin fenomena suction (penghisapan) tersebut terjadi? hal ini secara sederhana dapat dijelaskan dengan hukum bernoulli, yaitu semakin tinggi kecepatan udara, maka di titik tersebut tekanan udara akan semakin rendah (terjadi suction). Prinsip ini juga digunakan pada desain pesawat terbang, yaitu bagian atas dari sayap dibuat cenderung lebih “menggembung” dibandingkan dengan bagian bawah, yang membuat lintasan udara menjadi lebih jauh, yang secara prinsip dapat meningkatkan kecepatan di bagian atasnya.

Dari penjelasan di atas, bentuk potongan melintang dari sebuah sayap merupakan faktor yang penting dalam proses pesawat terbang. Bentuk potongan melintang tersebut dalam dunia penerbangan dikenal juga dengan istilah airfoil (atau aerofoil), sehingga pemilihan bentuk dan desain yang tepat dari airfoil itu sendiri menjadi cukup krusial. Untuk memahami desain dan pemilihan airfoil secara utuh, pertama kali kita harus pahami dulu penamaan atau nomenklatur dari geometri airfoil itu sendiri.

NOMENKLATUR AIRFOIL

Airfoil pada umumnya terbentuk dari bagian depan yang agak runcing, kemudian bagian atas yang agak cembung, dan bagian bawah yang relatif datar dengan penamaan ukuran-ukuranya seperti gambar di bawah ini:

nomenklatur airfoil

Dalam artikel ini, kita akan coba membahas perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dengan variasi geometri berdasarkan nomenklatur di atas.

STALL PADA AIRFOIL

Salah satu fenomena yang wajib dipahami oleh desainer pesawat adalah konsep sudut serang. Seperti kita ketahui dari hukum aksi-reaksi Newton, semakin miring sebuah benda atau dalam kasus ini sayap, terhadap arah aliran, maka gaya reaksinya akan semakin besar; hal ini terjadi karena perubahan keceapatan ke arah vertikal yang tinggi. Tentu kita berharap untuk mengangkat pesawat yang berat, kita tinggal menambahkan sudut tersebut (atau dikenal dengan istilah sudut serang) setinggi mungkin untuk mendapat gaya reaksi yang besar.

Hal tersebut tidaklah salah pada taraf tertentu, namun, pada sudut sekitar 15-20 derajat, gaya angkat yang kita harapkan selalu naik justru akan turun secara tiba-tiba; hal ini diakibatkan karena energi aliran yang awalnya masih “menempel” di bagian atas airfoil, tiba-tiba terlepas dan hilang menjadi aliran yang tidak teratur. Fenomena ini dikenal juga dengan istilah stall.

ilustrasi airfoil pada sudut serang 0 deg
airfoil pada sudut serang sekitar 15 deg

Dari ilustrasi simulasi CFD di atas, terlihat bahwa aliran, yang dalam gambar direpresentasikan dengan kecepatan, secara mendadak menjadi kehilangan energi, dan kecepatanya menjadi sangat rendah (berwarna biru) saat terjadi stall. (simulasi menggunakan software openFOAM)

grafik CL versus sudut serang

Pada grafik di atas, terlihat bahwa gaya angkat (yang direpresentasikan dengan parameter non-dimensional CL) naik secara linier, kemudian pada titik tertentu; yaitu puncak yang disebut dengan CL max akan kemudian menurun secara drastis pada sudut serang yang lebih tinggi, titik balik tersebut disebut juga dengan istilah stall pada grafik tersebut.

EFEK KETEBALAN MAKSIMUM

Parameter pertama yang akan dibahas adalah efek ketebalan airfoil, atau dalam kasus ini t/c (thickness/chord: lihat pada gambar nomenklatur). Berikut adalah gambaran pengaruh t/c terhadap gaya angkat (lift) dan gaya hambat (drag):

t/c terhadap lift
t/c terhadap drag

Dari grafik lift, dapat dilihat bahwa pada sudut serang yang rendah, thickness tidak terlalu banyak mempengaruhi sudut serang; namun, pada sudut serang mendekati stall, dapat terlihat bahwa semakin tebal airfoil, maka stall akan terjadi pada sudut serang yang lebih tinggi.

Sedangkan dari grafik drag, semakin tipis airfoil, maka drag pada sudut serang nol akan semakin rendah. akan tetapi, seiring dengan penambahan drag, semakin tipis airfoil maka dragnya juga akan semakin besar.

EFEK MAXIMUM CHAMBER

Kemudian, kita dapat juga memvariasikan kelengkungan atau chamber dari airfoil untuk melihat efek yang terjadi pada lift dan drag sebagai berikut:

pengaruh chamer pada lift
pengaruh chamber pada drag

Dari grafik lift, terlihat bahwa penambahan chamber menggeser drafik lift. semakin besar chamber, maka lift pada sudut serang nol akan semakin tinggi, dan cl maximum menjadi semakin tinggi namun kemiringan grafik serta sudut stall tidak berpengaruh.

Sedangkan dari grafik lift drag polar, terlihat bahwa semakin besar chamber, maka pada nilai lift yang sama, maka nilai drag akan semakin kecil, hal ini juga dijelaskan oleh penambahan lift pada sudut serang yang sama setiap penambahan chamber pada grafik lift yang dijelaskan sebelumnya.

PERTIMBANGAN LAIN

Tentu saja parameter-parameter di atas hanya didasarkan dari performa aerodinamika pada kecepatan yang rendah (dibawah kecepatan suara). Ketika pesawat terbang menjelajah mendekati atau bahkan melebihi kecepatan suara, maka semakin tipis airfoil akan memiliki performa yang jauh lebih baik dibandingkan dengan airfoil yang tebal dan chamber tinggi. Selain itu, pertimbangan pemilihan airfoil adalah penggunaan struktur sayap tersebut misalkan untuk meletakkan bahan bakar atau untuk kekuatan struktur itu sendiri, tentu saja kita tidak dapat menggunakan airfoil dengan chamber yang terlalu besar.

PENGUJIAN AIRFOIL

Meskipun cukup banyak teori aerodinamika dengan permodelan matematis yang cukup komprehensif, namun karakteristik aliran pada sekitar airfoil masih sangat sulit diprediksi karena adanya fenomena turbulensi, separasi, stall, dan lain sebagainya; sehingga pada umumnya airfoil harus diuji menggunakan wind tunnel untuk memperoleh data karakteristiknya.

Namun, salah satu metode yang saat ini cukup pesat berkembang adalah menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD), yaitu menggunakan metode komputer untuk mensimulasikan aliran fluida pada sekitar airfoil, bahkan mendapatkan plot lift, drag, dan lain sebagainya dengan cepat, mudah, dan fleksibel serta tentu saja relatif lebih murah dari pembuatan prototype fisik wind tunnel.